Renungan
Saya, Uang, dan Celengan
Mengajari itu mudah. Satu kata yang diucapkan oleh guru saya sewaktu masih duduk dibangku sekolah. Beliau melanjutkan, mendidik itu yang lebih susah. Lalu saya mencerna kalimat beliau. Apa yang baru saja dikatakannya membuat saya berpikir. Mungkin seorang anak jika diajari sesuatu kemaren sore, bisa langsung menangkap apa yang diajarkan saat itu juga tanpa harus menunggu besok atau lusa. Tapi dengan pendidikan, belum tentu. Bahkan setelah dewasa pun pendidikan masih harus ditanamkan. Itulah poin yang diucapkan oleh pak guru.
Termasuk dengan mengajari anak untuk hemat. Mungkin kalau sekedar mengajari hanya akan membuat si anak mengerti "saja" untuk apa dia berhemat. Tapi tidak dengan bila "Apakah saya harus berhemat saat ini?". Pendidikan untuk hemat saya pikir memang cara terbaik bagi anak agar memahami apa pentingnya berhemat. Dan inilah pendidikan yang saya dapat disekolah tentang arti hemat
Ceritaku dengan "cecing"
Sejak kecil saya memang jarang mendapat pendidikan dari Orang tua. Pendidikan hanya berasal dari sekolah dan nenek didesa. Keduanya adalah pembentuk karakter "hemat" pada diri saya. Uang 500 rupiah. Tidak, saat itu uang saku saya adalah 300 rupiah. Uang yang cukup untuk sarapan satu kali dan beli ciki satu kali.
Kelas 1 SD, adalah masa dimana saya mendapat pendidikan tentang hemat. Dengan uang 300 rupiah saya harus bisa makan "jenang". Jenang yang saya makan adalah jenang gendol. Entahlah, saya juga lupa namanya. Itu mirip sekali dengan bubur sumsum. Satu pesan guru, "jika ada sisa maka harus ditabung". Alasannya adalah supaya bisa membeli sesuatu yang lebih berharga. Maka terkadang 300 rupiah itu tidak habis. Adalah sisanya walau cuma 100 perak.
Saya yang masih kecil, tentu saja tidak mengerti apa artinya menabung. Untuk apa harus nabung?. Sedangkan uang saku saja hanya 300. Itu pikir saya. Namun setelah naik kelas dan diberi uang 500 rupiah. Disini saya sudah sadar akan pentingnya menabung. Setiap harinya saya menyisakan 100 sampai 200 rupiah. Ya, meskipun akhirnya dipakai untuk membeli ikan mas atau koi pada penjual ikan. Tetap saja untuk mencapai nilai 500 rupiah saya harus menunggu hingga setidaknya 5 hari-an.
Lalu pola pikir saya juga mulai berkembang lagi. Setelah kelas 5 Sd, saya mulai serius dengan menabung. Ini karena ada satu peristiwa yang membuat saya malu kepada ibu guru. Buku saya habis dan belum sempat membeli yang baru. Saya menangis dikelas.. Semua mata tertuju pada anak cengeng paling cengeng se-SDN Sidorejo II. Dan saat itu juga saya diberi buku gratis oleh ibu guru. Duh.. rasanya itu benar-benar menancap didada saya. Sejak itu, saya bertekad untuk menabung bila ingin membeli apapun.
SMP kelas 1 saya tetap menabung. Uang 5000 harus bisa untuk ongkos 2000 dan sisanya jajan. Terkadang, saya tidak jajan ataupun naik angkot. Pernah suatu ketika saya dan teman saya jalan kaki dari sekolah. Tepatnya di daerah Cipaku. Sedangkan rumah saya adalah didaerah Pahlawan. Jaraknya mungkin sekitar 2,5 KM. Entahlah, itu adalah jarak yang cukup jauh. Walau tak sejauh anak SD di desa terpencil yang bahkan harus mendaki lembah dan menyebrang sungai. Tapi memang kaki saya terasa pegal.
Sampai orang tua saya bilang, " Kamu ngapain jalan kaki?. Emangnya kurang uangnya?". Saya jawab, "nggak maak, uang saya tadi hilang dijalan". (hilang beneran pemirsa).
Sampai orang tua saya bilang, " Kamu ngapain jalan kaki?. Emangnya kurang uangnya?". Saya jawab, "nggak maak, uang saya tadi hilang dijalan". (hilang beneran pemirsa).
Yah, meskipun pada awalnya hanya karena "terpaksa". Akhirnya sekali duakali saya pulang jalan kaki. Disini saya sudah bisa beli keyboard seharga 215 ribu-an. Itu adalah keyboard pertama yang saya beli dari hasil nabung. Dan ini berlanjut sampai SMK. Di SMK saya tetap menabung, hasilnya satu buah HP 650 ribuan dan 1 keyboard seharga 600 ribu pun terbeli. Alhamdulillah.
Pendidikan hemat ini benar-benar terbawa sampai sekarang. Oya, adik saya juga saya ajarkan apa yang sudah saya dapat. Hasilnya, dia lebih irit dari saya. Hanya kakak saya saja yang terkenal boros. Entah kenapa hanya dia saja yang tidak bisa jaga uang. Hmm pribadi orang memang berbeda-beda. Tapi saya sangat suka dengan satu pepatah, "Hemat pangkal kaya". Dan semoga juga anak anda.
Intinya, ajari anak dari kecil untuk hemat. Buat dia merasa, jika saya tidak hemat maka saya tidak kaya. Begitulah. Semoga bermanfaat.
Intinya, ajari anak dari kecil untuk hemat. Buat dia merasa, jika saya tidak hemat maka saya tidak kaya. Begitulah. Semoga bermanfaat.
Post a Comment
4 Comments
jaman sd dudlu suka nabung dicelengan bambu, ada recehan 5 rupiahnya
ReplyDeleteSaya belum lahir kali mas Wong. Paling celengan dari tanah liat mas taunya.
DeleteWaaah hebat ya Kak,bisa hemat bener. Bisa jadi motivasi berhemat :D
ReplyDeleteTerimakasih mbak Linda.
DeleteBerkomentarlah yang baik dan sopan.
Jangan berkomentar diluar dari Topik (OOT)
Diharap untuk tidak menempelkan link dalam bentuk apapun.
Komentar dengan link akif maupun non-aktif tidak akan ditampilkan.
Terimakasih.