Renungan
Sebutir beras rejeki dari Allah
Pagi-pagi buta aku sudah menapakan kakiku menuju ladang rejeki. Nasi dan lauk asin menjadi bekalku bekerja. Alhamdulillah, aku masih bisa makan hingga saat ini. Ya, aku adalah seorang petani yang telah mengabdi ke negri Indonesia selama lebih dari 15 tahun. Aku dan satu-satunya anakku yang kubesarkan tinggal disebuah desa yang jauh dari keramaian Kota. Ibu dari anakku sudah lama pergi menghadap Ilahi, kini aku tahu ia sedang tersenyum kepadaku dan juga anakku.
Lelah rasanya punggung ini karena menunduk berjam-jam, haus, lapar, tak usah disbutkan lagi. Aku tidak suka mengeluhkan sesuatu yang tak pantas untuk dikeluhkan. Sambil menahan semua itu, kutanam butir-butir rejeki ini satu demi satu. Aku berharap agar kelak anakku bisa menggapai mimpinya dengan ini semua. Ia ingin sekali menjadi seorang dokter. Sejak kecil ia sudah ditinggal ibunya sakit, dari situ ia ingin sekali bisa membantu menyembuhkan orang sakit.
Hanya senyum dibibirmu nak yang menjadi penyemangat bapak yang sudah tua ini. Bapak hanya bisa berdoa, semoga mimpimu tercapai ya nak.. Amiin.
Tak kurasa deras mengalir keringat ini, basah sudah pakaianku. Panas matahari serasa menyengat kulit ini, namun aku tak boleh berhenti! atau tidak anakku tidak bisa bersekolah. Aku harus melakukan ini sampai selesai apapun yang terjadi.
Hari demi hari, tak terasa sudah berbulan-bulan rasanya. Kulihat rejekiku kini mulai tumbuh dan berbunga. Sekarang tiba saatnya aku memetik butir-butir rejeki yang telah merunduk itu. Alhamdulillah..
Butir rejekiku sudah aku tukar dengan lembaran-lembaran kertas. Kini anakku bisa membayar iuran sekolahnya. Alhamdulillah.. Butir rejeki itu kini mulai diantar ke Kota, banyak orang yang menantinya disana. Aku yakin semua butir itu sekarang sudah menjadi bahan makanan banyak orang disana. Namun betapa sedihnya melihat seorang nenek tua, menyapu butir-butir itu untuk dimakannya sementara orang lain malah membuangnya.
"Ya Allah, semoga engkau berikan mereka yang serba berkecukupan itu rejeki yang halal dan toyyib, ya Allah berikanlah pula orang yang kekurangan itu kekuatan agar ia bisa bertahan ditengah sulitnya kehidupan kota, jadikanlah ia orang yang masuk surga-MU karena telah bersyukur atar butiran rejeki yang tercecer itu. Berikanlah pula orang yang menyia-nyiakannya petunjuk dan hidayahmu. Amiin"
Teman, rasanya tidak pantas bagi kita untuk disebut tidak mubazir. Jika kita merenung sebentar, kita mungkin melihat orang serba kekurangan tapi mereka justru sangat bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah, sementara kita yang setiap hari makan serba cukup, apapun ada justru membuang-buang nasi. Meski hanya sebutir, namun anda tahu, itu sebutir itu pembuatannya memakan waktu hingga lebih dari 3 bulan. Kita, memakannya hanya hitungan menit!.
Pernahkah kita berterimakasih kepada bapak tani?. Kita bisa berterimakasih kepada orang-orang yang telah berbakti kepada negri ini hanya dengan memulai tidak membuang satu butir nasi pun dari piring kita.
Pernahkah kita berterimakasih kepada bapak tani?. Kita bisa berterimakasih kepada orang-orang yang telah berbakti kepada negri ini hanya dengan memulai tidak membuang satu butir nasi pun dari piring kita.
Memang, saat mencuci beras, rasanya satu dua butir pasti akan jatuh dan terbawa air. Namun kita juga tetap bisa bersyukur dengan cara memakan habis nasi yang telah susah payah dibeli. Ingat juga, "Sesungguhnya orang-orang yang boros/mubadzir itu adalah saudara-saudara syaitan". So, mari kita mulai menghargai jerih payah orang lain, dengan cara makan secukupnya agar tidak membuang sebutir nasi sekalipun.
Semoga bermanfaat.
Post a Comment
2 Comments
setelah membaca artikel diatas saya jadi lebih menghargai makanan :) alhamdulillah :)
ReplyDeleteAlhamdulillah.. semoga semua orang juga. Makasih pertamaxnya.. :)
DeleteBerkomentarlah yang baik dan sopan.
Jangan berkomentar diluar dari Topik (OOT)
Diharap untuk tidak menempelkan link dalam bentuk apapun.
Komentar dengan link akif maupun non-aktif tidak akan ditampilkan.
Terimakasih.